Apa itu Bahagia

Wona Arcelia
2 min readJul 15, 2023

--

Di tengah-tengah menjalankan pekerjaan, sebuah pertanyaan Damian lontarkan padanya– “Lo bahagia ya?” sebuah pertanyaan sederhana yang cukup dijawab dengan satu kata. Tetapi alih-alih segera menjawab, sebuah pertanyaan muncul dalam kepalanya.

Bahagia itu seperti apa?

Begitulah kira-kira awalnya yang membuat Oliver menyelinap ke dalam Haruki, menanyakan seperti apa itu bahagia. Dia kini duduk bersandar pada headboard tempat tidur Haruki sedangkan empunya bersandar pada dadanya. Salah satu tangannya melingkar pada perut Haruki dan yang lainnya mengusap-usap kepala yang lebih muda membuat omega itu merasa nyaman nyaman dalam dekapannya.

“Bahagia itu ketika Tuan merasa aman, senang, tenang, terkadang bisa sangat bersemangat dan... hangat?” tutur Haruki dengan nada tak yakin dengan kata di akhir kalimatnya.

“Bisa jadi sesederhana menghabiskan waktu untuk membaca buku, bermain dengan peliharaan, atau makan makanan enak.” tambah Haruki.

Oliver mengangguk lantas memiringkan kepalanya memandang wajah Haruki dari samping.

“Terus apa yang bikin kamu bahagia?” Yang ditanya menunduk malu-malu, pipinya merona, kedua tangannya yang tenggelam dalam balutan piama biru tua ditautkan– memainkan jemarinya sendiri.

“Aku bahagia saat bersama Tuan.” Jawabnya lirih seraya menghindari tatapan Tuannya.

Haruki memejamkan mata kuat-kuat, takut-takut jika jawabannya lancang hingga akan membuat tuannya marah.

“Aku juga bahagia saat sama kamu.”

Kelopak mata Haruki kembali terbuka, dia menoleh ke belakang menatap tuannya.

“Ngabisin waktu sama kamu, ditemani kamu waktu aku baca buku di perpustakaan, waktu tahu kamu nungguin aku pulang kerja, aku bahagia, Haru.”

Ini bukan bualan. Semua itu dia katakan dari dalam hatinya meski dia tidak tahu apakah dia memiliki hati atau tidak, yang pasti Oliver mengatakan itu sungguh-sungguh.

Mungkin dia tidak menyadarinya selama ini jika dirinya sedang merasa bahagia sebab lupa bagaimana rasanya sejak dia kehilangan sisi manusianya. Mungkin yang dikatakan oleh ayahnya memang benar, dirinya hanya manusia tanpa hati– tak memiliki emosi, tak memiliki ekspresi. Kecuali ketika bersama dengan Haruki, omega yang dia temukan di gang sempit dua belas tahun yang lalu.

Ketika bersama Haruki, Oliver menjadi manusia. Meski lelaki itu tak sadar jika sisi kemanusiaannya perlahan kembali hanya ketika dirinya bersama Haruki.

Setelah mendengar penjelasan singkat dari Haruki membuat dirinya tersadar, mungkin yang selama ini dia rasakan saat bersama Haruki adalah rasa bahagia.

“Haru,” bibir lelaki yang lebih tua melengkung ke atas.

“Jadi milikku, ya.” Lanjut Oliver kemudian mengikis jarak di antara wajah keduanya. Menempelkan bibirnya pada bilah bibir yang lebih muda membuat kedua mata omega itu membulat lalu perlahan terpejam pada detik berikutnya.

Sejak dulu Haruki memang miliknya. Tetapi pernyataannya kaki ini bukanlah sebagai seseorang yang dimiliki tuannya, tetapi omega yang dimiliki alphanya.

--

--