Di Toko Buku
Entah sudah berapa lama Dirga mengelilingi toko buku itu, ia tidak tahu harus membeli buku apa untuk membantunya belajar. Keputusannya terlalu impulsif, langsung mendatangi toko buku tanpa mencari tahu tentang apa saja yang harus ia beli. Pun ia malas untuk bertanya pada teman-temannya atau kakaknya sebab mereka selalu bereaksi berlebihan — sementang dirinya tidak pernah memiliki minat dalam belajar, bukan berarti ia tidak akan belajar sama sekali.
Memang sih semangat belajarnya hanya untuk mengejar pujaannya yang ia sukai sejak sekolah dasar, tetapi setidaknya ia benar memiliki niat dan tidak ada maksud untuk bermain-main. Ia benar-benar ingin lulus dan masuk ke universitas yang sama dengan Sada.
Jika tidak memiliki tujuan, Sada yang akan menjadi tujuannya.
Tidak peduli jika Kak Sada-nya sudah memiliki kekasih, yang penting ia bisa melihatnya setiap hari.
“Ruri?”
Yang dipanggil sontak membalik badan ke arah suara yang memanggil namanya. Wajahnya yang semula suram kini semringah tatkala melihat wajah Sada, pujaannya. Jika menjadi seekor anjing, Dirga seperti anak anjing yang menyambut tuannya pulang, mengibaskan ekornya begitu bersemangat.
Terlihat jelas sekali jika pemuda itu sangat menyukai pemuda di hadapannya.
“Kak Sada! Lagi cari apa?”
“Gak nyari apa-apa sih sebenernya. Lagi keliling-keliling aja terus beli novel aja sekalian.” Jawab pemuda yang lebih tua kemudian mengangkat buku di genggamannya.
“Aku baru sadar kamu tuh tinggi banget ya ternyata, lebih tinggi dari aku sekarang. Padahal dulu cuman segini.” Ucap Sada sembari mengarahkan telapak tangannya setinggi pinggang.
“Kaki aku sering ditarik-tarik Abang, jadi tinggi deh sekarang.” Guraunya menanggapi kalimat Sada disusul dengan tawa ringan dari yang lebih tua.
“Kamu sendiri lagi nyari apa?”
“Hm... apa ya? Tadinya mau beli buku, tapi gak tau harus beli buku apa.”
“Buku? Buat bacaan biasa atau buat belajar?”
“Buat belajar Kak —”
“Kai? Udah ketemu bukunya?” Panggil seorang lelaki bertubuh tinggi kemudian merangkul pinggang Sada dengan mesra membuat Dirga iri melihatnya. Dahulu sewaktu kecil ia selalu memeluk pinggang Sada dan bersembunyi di belakang tubuhnya.
“Udah — oh, Ruri, ini Kak Yuda, pacar aku. Kak, ini Ruri, dia temen aku, adik kelas waktu SD.”
Lelaki yang dipanggil Kak Yuda oleh Sada itu tampak tidak tertarik dengan perkenalan yang Sada lakukan. Tangannya mengeratkan rangkulan pada pinggang Sada membuat Sada terlihat sedikit tidak nyaman.
Terlihat begitu jelas jika Yuda tidak menyukai ketika Sada berbincang dengannya. Wajar saja jika lelaki itu cemburu, tetapi tidak perlu sampai membuat Sada tidak nyaman. Ia pun tahu diri bahwa Sada sudah memiliki kekasih, kendatipun ia sangat menyukai Sada, ia tidak suka merebut milik orang lain.
“Udah itu aja? Atau masih mau beli buku lagi? Kalau udah, ayo pulang.”
“Ah? Oh... iya.”
Demikian berakhir perbincangan mereka seiring dengan semakin menjauhnya Sada yang dibawa pergi oleh kekasihnya.
Apa-apaan barusan itu?